UMRA.ID

Bukan Jumat, ini Nama Hari Keenam pada masa Jahiliyah

UMRA.ID ~ Pada masa pra-Islam atau yang dikenal dengan periode Jahiliyah, hari yang kini disebut Jumat memiliki nama yang berbeda, yaitu Yaum al-‘Arubah (يوم العروبة).

Nama ini berasal dari tradisi dan kebiasaan masyarakat Arab Jahiliyah yang mengaitkan hari tersebut dengan berbagai aktivitas sosial dan kebanggaan diri. Sebutan ini mencerminkan mentalitas dan budaya masyarakat Arab. Pada saat itu mereka seringkali mengutamakan keunggulan suku, kekayaan, dan kemolekan fisik.

Yaum al-‘Arubah berasal dari dua akar kata, yaitu ‘arab yang berarti “terbuka” atau “terlihat”, dan ‘araba yang bermakna “berhias diri” atau “berkasih sayang”. Ini menunjukkan bahwa hari tersebut adalah hari orang-orang Arab keluar dan menampilkan diri mereka, baik melalui penampilan, kekayaan, maupun bakat. Pameran ini menjadi bagian penting dari ritual sosial mereka, yang sering kali berujung pada rasa bangga dan kepongahan.

Pada hari ini, pasar-pasar ramai dikunjungi oleh para pedagang untuk memamerkan hasil dagangan mereka. Para penyair dan orator juga memanfaatkan momen ini untuk membacakan karya-karya mereka, menampilkan kemampuan retorika dan keindahan bahasa mereka di hadapan publik.

Pertemuan-pertemuan ini menjadi ajang persaingan. Setiap individu berusaha untuk menunjukkan keunggulan dirinya atau suku mereka. Selain pameran seni dan perdagangan, Yaum al-‘Arubah juga menjadi hari untuk berbangga-bangga dan bermegah-megahan.

Masyarakat Arab pra-Islam, yang hidup dalam struktur kesukuan yang ketat, memanfaatkan kesempatan ini untuk memperlihatkan status dan kehormatan. Mereka akan memakai pakaian terbaik, memakai wewangian, dan menonjolkan kekayaan serta kekuatan suku mereka di depan khalayak ramai.

Tradisi ini juga diwarnai dengan praktik-praktik paganisme. Banyak kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan ritual penyembahan berhala yang tersebar di wilayah Arab.

Meskipun tidak secara khusus untuk ibadah dalam pengertian Islam, kegiatan-kegiatan di hari itu sering kali disisipi dengan tradisi keagamaan lokal yang bersifat politeistik. Bahkan, ada pula yang memamerkan “temuan sihir” mereka, menunjukkan betapa kentalnya unsur-unsur kepercayaan magis pada hari itu.

Berbagai sumber sejarah menyebutkan bahwa penamaan hari-hari dalam sepekan pada masa Jahiliyah juga berbeda dengan sistem penamaan yang kita kenal sekarang.

Menurut Ibnu Abdul Bar, hari-hari tersebut diberi nama berdasarkan urutan, dan ‘Arubah menjadi hari terakhir sebelum siklus mingguan dimulai kembali. Sistem penamaan ini menunjukkan bahwa hari Jumat (Arubah) memiliki posisi yang unik dalam kalender mereka.

Dengan datangnya Islam, nama Yaum al-‘Arubah dihapuskan dan digantikan oleh Yaumul Jumu’ah. Perubahan nama ini tidak hanya bersifat linguistik, tetapi juga fundamental dalam hal substansi. Jika sebelumnya hari itu identik dengan keangkuhan dan pameran diri, Islam mengubahnya menjadi hari berkumpul (jumu’ah) untuk beribadah dan memperingati kebesaran Allah.

Penetapan Yaumul Jumu’ah oleh Rasulullah SAW juga menghapus tradisi-tradisi negatif yang ada pada masa Jahiliyah dan menggantinya dengan amalan-amalan yang mendatangkan pahala. Salah satunya adalah dengan disyariatkannya sholat Jumat yang bertujuan untuk mempererat persaudaraan umat Muslim dan mendengarkan nasihat keagamaan.

Oleh karena itu, perbedaan antara Yaum al-‘Arubah dan Yaumul Jumu’ah menjadi simbol dari transformasi budaya dan spiritual yang dibawa oleh Islam. Hari yang sebelumnya digunakan untuk menunjukkan kesombongan, kini diarahkan untuk merendahkan diri di hadapan Allah, sekaligus menjadi pengingat bagi umat Muslim tentang pentingnya kerendahan hati dan persatuan.

Pada akhirnya, sejarah Yaum al-‘Arubah menjadi pengingat akan perbedaan nilai-nilai antara masa pra-Islam dan Islam. Hal ini menunjukkan bagaimana Islam tidak menghapus total tradisi yang ada, tetapi mengadopsi dan menyempurnakannya dengan nilai-nilai tauhid dan persaudaraan yang mulia.

Dengan demikian, hari Jumat menjadi hari yang penuh berkah dan istimewa, menggantikan hari yang sebelumnya diwarnai dengan keangkuhan dan paganisme.

Demikianlah artikel UMRA.ID semoga bermanfaat bagi pembaca. UMRA.ID menyediakan perjalanan umroh dalam grup ataupun umroh privat yang dapat diatur sendiri. Selain umroh, UMRA.ID melayani perjalanan wisata halal dan haji khusus.

UMRA.ID menyediakan perjalanan umroh dalam grup ataupun umroh privat yang dapat diatur sendiri. Selain umroh, UMRA.ID melayani perjalanan wisata halal dan haji khusus.

Selain dapat dikunjungi melalui website UMRA.ID juga dapat dikunjungi dengan cara mengunduh aplikasi UMRA.ID di Android maupun iOS (Apple) disini atau hubungi Hotline

Pembaca bisa bergabung bersama UMRA.ID untuk memulai bisnis pemasaran umroh dengan cara mudah dan pendapatan berlimpah. Pilihannya yakni mendaftar sebagai cabang dengan terlebih dulu mengisi permohonan disini atau hubungi hotline untuk mendapatkan bantuan.

Atau bergabung dalam program Affiliator Marketing Program, cukup modal gawai sudah bisa jalankan bisnis umroh, klik disini lalu temukan produk UMRA.ID kemudian mulai pasarkan melalui chat messenger dan media sosial.

Sumber: Republika.co.id